Secara
hukum, UUD 1945 telah mengatur hak-hak manusia dan mensejajarkannya dengan
hak-hak warga negara Indonesia secara hokum. Hak-hak tersebut menjadi dasar
bagi realisasi masyarakat sejahtera. Indonesia telah mengenal hak-hak manusia
bahkan sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Deklarasi Hak-Hak
Manusia Universal pada tahun 1948. Secara filosofis, selama bertahun-tahun
agama-agama mayoritas telah mengajarkan nilai, hak, dan kewajiban manusia
sebagai makhluk Tuhan. Lebih jauh lagi, UUD 1945 menyatakan bahwa
pembangunan
nasional identik dengan pengembangan manusia, dimana manusia adalah subyek dan
tujuan dari pembangunan. Hal ini berarti bahwa fokus dari pembangunan nasional
adalah orang yang hak-haknya dijamin, dikembangkan dan dilindungi oleh negara
(Bahar, 1997) Amandemen kedua terhadap
UUD 1945 pada tahun 2000 menerangkan aturan-aturan hak-hak manusia yang
lebih jelas, khususnya pada Pasal 28, bagian
A-J. Pasal 28 menekankan pada perlindungan, peningkatan, pengembangan,
pemenuhan hak-hak manusia sebagai syarat utama perwujudan dari masyarakat
berakhlak, demokratis dan sejahtera. Berikut ini adalah hak-hak khusus yang
termasuk di dalam bagian ini. Pertama, hak untuk hidup. Kedua, hak untuk membangun keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan, melanjutkan dan membangun
kehidupan dengan perlindungan dari kejahatan dan diskriminasi. Ketiga,
hak untuk menikmati pengembangan pribadi melalui pemenuhan kebutuhan primer, pendidikan
dan mengambil manfaat dari teknologi, ilmu pengetahuan, budaya, dan memiliki
peningkatan kualitas hidup, memiliki peningkatan kualitas diri dalam mencapai
hak-hak kolektif untuk pengembangan masyarakat, bangsa dan negara. Keempat, hak untuk menerima perlakuan sama
dalam hal keadilan dan hukum, memperoleh pekerjaan dan memiliki kesempatan sama
dalam pekerjaan di pemerintahan. Kelima, hak untuk menerima status
warganegara, memilih kewarganegaraan, memiliki kebebasan beragama dan
keyakinan, serta kebebasan untuk berkelompok dan berbicara. Keenam,
hak untuk berkomunikasi, mengakses, mencari, menyimpan dan membagikan informasi
melalui beragam media. Ketujuh, hak
untuk menerima perlindungan diri dan keluarga, perlindungan terhadap harga
diri, barang-barang pribadi, perlindungan dari ancaman dan bebas dari siksaan
dan kekejaman, dan hak untuk memperoleh perlindungan suaka dari negara lain. Kedelapan,
hak untuk mendapat kehidupan secara jasmani dan rohani yang baik, serta
memperoleh fasilitas dan perlakuan khusus jika di butuhkan.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk melindungi, mempromosikan,
memperkuat, memenuhi, dan menghargai hak-hak manusia
telah ditunjukkan dalam berbagai bentuk. Salah
satu bentuknya adalah prioritas yang diberikan pada
pembentukan dan penyelerasan beragam institusi dan lembaga terkait dalam perencanaan pembangunan nasional. Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia dibentuk melalui Keputusan
Presiden no. 50/1993. Selanjutnya, Keputusan
Presiden no. 181/1998 membentuk Komisi Nasional mengenai Kekerasan terhadap Perempuan. Hal-hal tersebut diikuti
dengan pembentukan Kantor Menteri Negara Hak
Asasi Manusia pada tahun 1999, yang kemudian
bergabung dengan Kementerian Hukum dan Undang-Undang menjadi Kantor Menteri Keadilan dan Hak Asasi Manusia
(diganti nama menjadi Kantor Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia). Beberapa produk hukum
menyusul, termasuk UU no. 39/1999 yang memiliki daftar komprehensif tentang hak asasi manusia untuk Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, UU no. 26/2000
tentang Mahkamah Hak Asasi Manusia, Keputusan
Presiden no. 129/1998, tentang Rencana Nasional Aksi Hak Asasi Manusia di Indoneisa tahun 1998-2003 (yang direvisi oleh
Keputusan Presiden no. 61/2003) dan Keputusan
Presiden no. 40/2004 tentang Rencana Nasional
Aksi Hak Asasi Manusia tahun 2004-2009. Perlu ditambahkan
di sini bahwa Indonesia tengah bersiap-siap untuk meratifikasi berbagai instrumen hak asasi manusia internasional. Rencana
Nasional Aksi Hak Asasi Manusia Indonesia, yang diadopsi guna melindungi,
mempromosikan, memperkuat, memenuhi dan menghargai hak asasi manusia, memberi
acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan
untuk mencapai keluaran untuk kurun waktu tertentu yang telah ditargetkan,
termasuk kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan hak asasi manusia.
Pengembangan rencana nasional ini diikuti oleh rencana pembangunan propinsi dan
daerah sehingga terbentuklah (i) rencana aksi nasional, ii) sejumlah
rencana aksi tingkat propinsi, dan (iii) ratusan
rencana aksi hak asasi manusia di tingkat kabupaten/kota. Rencana Nasional Aksi Hak Asasi Manusia tahun
2005-2009 adalah rencana kedua. Rencana
pertama dilaksanakan antara tahun 2003-2008. Rencana
saat ini meliputi: (i) pembentukan dan penguatan lembaga-lembaga pelaksana, (ii) persiapan ratifikasi instrumen
hak-hak asasi manusia internasional, (iii)
persiapan harmonisasi undang-undang terkait, (iv) diseminasi
dan pendidikan hak-hak asasi manusia, (v) penerapan bentuk dan standar hak-hak asasi manusia, serta (vi)
pengawasan, evaluasi dan pelaporan Kesuksesan
upaya-upaya penerapan penghormatan, promosi, pelaksanaan dan pemeliharaan hak-hak asasi manusia sangat ditentukan oleh pengadopsian budaya hak-hak asasi manusia untuk
bangsa melalui berbagai upaya keras untuk
memelihara dan mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan
kewaspadaan dari setiap anggota masyarakat, khususnya
petugas pemerintah, anggota parlemen, para pendidik dan aktivis di dalam berbagai organisasi non-pemerintah. Pengetahuan dan kewaspadaan oleh masyarakat
terhadap hak-hak asasi manusia perlu
diperkuat, ditingkatkan dan dikembangkan melalui beragam cara pendiseminasian dan pendidikan dengan menggunakan metode
dan cara terkait pada tingkat, karakteristik,
tempat dan waktu saat itu. Menghormati, mempromosikan,
melaksanakan dan melindungi hak-hak asasi manusia adalah sebuah proses jangka
panjang, mengingat bahwa sifat dasar hak-hak asasi manusia yang penuh dengan
beragam nilai. Pendidikan hak-hak asasi manusia merupakan proses yang dapat
dilakukan dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun melalui segala bentuk
pendidikan -- baik formal, non-formal maupun in-formal – dalam rangka membentuk
tingkat pengetahuan, perilaku dan sikap yang rasional dan bertanggungjawab demi
menyelesaikan masalah-masalah hak asasi manusia yang mencakup dimensi-dimensi
sipil, politik, ekonomi, sosial dan kultural dan hak-hak untuk berkembang menjadi
masyarakat yang sejahtera. Sebagai hasil dari undang-undang, keputusan hukum,
dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia, beberapa institusi telah dibentuk
untuk alasan khusus tertentu. Diantara institusi-institusi tersebut adalah
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Kekerasan terhadap
Perempuan, Komisi Nasional Hak-Hak Anak-Anak, Komisi Nasional Perlindungan
Saksi dan Korban, Komisi Nasional Anti Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, dan
Direktorat Hak-Hak Asasi Manusia di bawah Kementerian Hukum dan HAM, yang
masing-masing memiliki mandat khusus untuk dilaksanakan. Lebih jauh lagi,
terdapat komite-komite di tingkat propinsi dan daerah yang mempunyai mandat
untuk merencanakan dan menerapkan progam hak asasi manusia di tingkat
masing-masing. Selain itu, masih terdapat berbagai institusi yang berhubungan
dengan hak asasi manusia, baik pemerintah maupun non pemerintah. Beberapa
contoh termasuk Departemen Luar Negeri, Kejaksanaan Agung, Kantor Wakil
Presiden, dan berbagai LSM seperti Save the Children, Plan International,
Elsam, dan lain-lain. Kegagalan pembangunan manusia di beberapa negara
mengakibatkan lahirnya komitmen global untuk mengatasinya melalui Target
Pembangunan Milenium yang diadopsi oleh PBB pada tahun 2000. Komitmen tersebut memprioritaskan
penghapusan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim, pencapaian pendidikan dasar
universal, promosi kesetaraan gender, mengurangi tingkat kematian anak,
memperbaiki kesehatan ibu, serta melawan HIV/AIDS dan penyakit lainnya.
Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia yang
disusun oleh Program Pembangunan PBB (UNDP) berprinsip bahwa manusia adalah
subyek pembangunan dan menggunakannya sebagai indikator pembangunan utama yaitu
pemberian layanan pendidikan, layanan kesehatan, dan daya beli masyarakat.
Ketiga indikator utama tersebut menunjukkan target minimum hak asasi manusia yang
harus dicapai oleh suatu bangsa, terutama oleh pemerintah, dan juga individu-individu
dan masyarakat. Namun demikian, program pembangunan nasional yang dilaksanakan
oleh pemerintah Indonesia menghadapi bergai kendala sebagai dampak dari krisis ekonomi
berkepanjangan. Krisis yang dimulai akhir tahun 1997 menunjukkan bahwa strategi
pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional
belumlah cukup untuk menghasilkan orang-orang Indonesia yang kuat dan dapat
menghadapi krisis. Oleh karena itu, suatu strategi pembangunan nasional yang
baru harus disusun, yaitu strategi yang memberikan prioritas bagi pemenuhan kebutuhan
dasar manusia agar orang-orang Indonesia dapat hidup berkecukupan dan
bermartabat, seiring dengan pemenuhan kebutuhan hak asasi manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar