A.
Pengertian Patologi birokrasi
Masalah dalam etika pemerintahan adalah patologi birokrasi.
Patologi merupakan
bahasa kedokteran yang secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang penyakit”.
Sementara yang dimaksud dengan birokrasi adalah : "Bureaucracy is an
organisation with a certain position and role in running the government
administration of a contry" (Mustopadijaja AR., 1999). Dengan demikian
dapat dilihat bahwa birokrasi merupakan suatu organisasi dengan peran dan
posisi tertentu dalam menjalankan administrasi pemerintah suatu negera. Prof.
Dr. Sondang P. Siagian, MPA., (1988) mengatakan bahwa pentingnya patologi ialah
agar diketahui berbagai jenis penyakit yang mungkin diderita oleh manusia. Analogi
itulah yang berlaku pula bagi suatu birokrasi. Artinya agar seluruh birokrasi
pemerintahan negara mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul
baik bersifat politik, ekonomi, soio-kultural dan teknologikal. Risman K. Umar
(2002) mendifinisikan bahwa patologi birokrasi adalah penyakit atau bentuk
perilaku birokrasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam
birokrasi. Lebih lanjut Sondang P. Siagian (1988) menuliskan beberapa patologi
birokrasi yang dapat dijumpai, antara lain :Penyalahgunaan wewenang dan
tanggung jawab, Pengaburan masalah, Indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme, Indikasi mempertahankan status quo, Empire bulding (membina kerajaan), Ketakutan
pada perubahan, inovasi dan resiko, Ketidakpedulian pada kritik dan saran,
Takut mengambil keputusan, Kurangnya kreativitas dan eksperimentasi,
Kredibilitas yang rendah, kurang visi yang imajinatif, Minimnya pengetahuan dan
keterampilan, dll.
Patologi
birokrasi merupakan cerminan dari aparat pemerintah yang kurang memahami etika
pemerintahan, Berbagai perkiraan mengenai masa depan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara memberikan petunjuk bahwa tantangan yang akan dihadapi oleh
Birokrasi Pemerintah di masa depan akan semakin besar, baik dalam bentuk dan
jenisnya, maupun intensitasnya.
Mengenai
penanganan patologi birokrasi dan terapinya, berarti agar seluruh birokrasi
pemerintahan negara mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul,
baik yang sifatnya politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal.
Berbagai penyimpangan yang dilakukan para birokrat perlu diidentifikasikan
untuk dicari terapi yang paling efektif, sehingga patologi birokrasi dapat
dikategorikan dalam kelompok-kelompok tertentu.
B.
Jenis-jenis Patologi Birokrasi
Pemerintahan
sebagai pilar utama penyelenggara negara semakin dihadapkan pada kompleksitas
global, sehingga perannya harus mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasi
segala bentuk perubahan. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena aparatur
berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai
pelaksana dari segala peraturan. Sementara itu, kondisi objektif dari iklim kerja
aparatur selama ini masih dipengaruhi oleh teori atau model birokrasi klasik
yang diperkenalkan oleh Taylor, Wilson, Weber, Gullick, dan Urwick, yaitu (i)
struktur, (ii) hierarki, (iii) otoritas, (iv) dikotomi kebijakan administrasi
rantai pemerintah, dan (v) sentralisasi. Meskipun model tersebut memaksimumkan
nilai efisiensi dan efektifitas ekonomi, namun pada kenyataannya teori tersebut
tidak dapat memberikan jawaban secara faktual sesuai dengan banyak temuan
penelitian di berbagai tempat.
Teori
birokrasi tersebut telah menimbulkan berbagai implikasi negatif yang
sangat terkait dengan gejala sebagai berikut:
- Smith,
menyebutkan Inmobilism-inability to function, adalah kenyataan yang
terkait dengan adanya hambatan dan ketidakmampuan menjalankan fungsi secara
efektif.
- E.
bardock, mengemukakan gejala kelemahan adalah tekonisme, yaitu
kecenderungan sikap administrator yang menyatakan mendukung suatu
kebijaksanaan dari atas secara terbuka tetapi sebenarnya hanya melakukan
sedikit sekali partisipasi dalam pelaksanaannya. Partisipasi yang sangat
kecil tersebut dapat pula berbentuk procrastination, yaitu bentuk
partisipasi dengan penurunan mutu atau kualitas pelayanan.
- kelemahan
lain adalah koordinasi yang dapat menimbulkan kelebihan (surpluses) maupun
kekurangan (shortages)
- Kelemahan
lain adalah kebocoran dalam kewenangan (linkage of authority), yaitu
kebijaksanaan pimpinan ditafsirkan dan diteruskan oleh pembantu pimpinan
secara berlainan dalam arus perintah pada bawahan sesuai dengan
pertimbangannya sendiri.
- Selain
itu terdapat juga gejala resistance,baik secara terang-terangan maupun
tersembunyi oleh aparat dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan
Birokrasi
harus dihindarkan dari rancangan pihak-pihak yang tidak menghiraukan
kepentingan publik untuk menjadikannya sebagai power center karena dapat
mengancam potensi masyarakat.
Dalam
hal patologi demokrasi dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu :
- Patologi
yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan
birokrasi, contohnya :
- Penyalahgunaan
wewenang dan jabatan
- Pengaburan
masalah
- Menerima
sogok atau suap
- Pertentangan
kepentingan
- kecenderungan
mempertahankan status quo / ketakutan pada perubahan
- Arogansi
dan intimidasi
- Kredibilitas
relatif rendah / nepotisme
- Paranoia
dan otoriter astigmatisme
- Patologi
yang disebabkan karna kurang / rendahnya pengetahuan dan keterampilan
para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional. Artinya, rendahnya
produktivitas kerja dan mutu pelayanan tidak semata-mata disebabkan oleh
tindakan dan perilakuyang disfungsional, tetapi juga karena tingkat
pengetahuan dan keteramplan yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas yang
diemban.
- Patologi
yang timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melanggar
norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang
digolongkan dalam melanggar tindakan hukum, antara lain :
- Menerima
sogok / suap
- Korupsi,
dan
- Tata
buku yang tidak benar
- Patologi
yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat
disfungsional / negative, yaitu bertindak sewenang-wenang dan melalaikan
tugas.
- Patologi
yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai analisis dalam
lingkungan pemerintahan.
Pemahaman
patologi birokrasi secara tepat memerlukan analisis mendalam mengenai
konfigurasi birokrasi tersebut yang akan terlihat dalam berbagai situasi
internal yang dapat berakibat negatif terhadap birokrasi yang bersangkutan,
antara lain :
- penempatan
tujuan dan sasaran yang tidak tepat
- eksploitasi
- tidak
tanggap
- motivasi
yang tidak tepat
- kekuasaan
kepemimpinan
- beban
kerja yang terlalu berat
- perubahan
sikap yang mendadak.
C. Upaya Penanggulangan Patologi Demokrasi
1 Paradigma Birokrasi yang Ideal.
- Kelembagaan
Birokrasi
pemerintahan merupakan organisasi yang paling besar di setiap negara yang
ditentukan oleh berbagai faktor, seperti komplekksitas fungsi yang harus
diselenggarakan, besarnya tenaga kerja yang digunakan, besarnya anggaran yang
dikelola, beraneka ragamnya sarana dan prasarana yang dikasai serta
dimanfaatkan, serta luasnya wilayah kerja yang meliputi seluruh wilayah
kekuasaan negara yang bersangkutan, sehingga birokrasi pemerintahan perlu
selalu berusahaagar seluruh organisasi birokrasi itu dikelola berdasarkan
prinsip-prinsip organisasi.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Adapun
langkah-langkah yang dapat diambil, terdiri dari perencanaan, rekruitmen,
seleksi, penembapatan sementara, penempatan tetap, penentuan sistem imbalan,
perencanaan dan pembinaan karier, peningkatan pengetahuan dan keterampilan,
pemutusan hubungan kerja, pensiunan, dan audit kepegawaian.
3. Pengembangan Sistem Kerja
Pengembangan
sistem kerja harus diarahkan pada hilangnya persepsi negatif mengenai
birokrasi. Pengembangan sistem kerja harus didsarkanpada pendekatan kesisteman
yang berarti bahwa struktur apapun yang digunakan, semuanya harus tetapterwujud
dalam kesatuan gerak dan langkah. Artinya, seluruh birokrasi bergerak sebagai
satu kesatuan yang dapat diwujudkan apabila pengembangan sistem kerja birokrasi
dapat ditujukan pada seluruh langkah yang ditempuh dalam proses administrasi
negara.
4. Pengembangan citra birokrasi yang
positif.
Citra
birokrasi umumnya bersifat negatif, sehingga nilai-nilai loyalitas, kejujuran,
semangat pengabdian, disiplin kerja, mendahulukan kepentingan bangsa diatas
kepentingan sendiri, tidak memperhitungkan untung rugi dalam pelaksanaan tugas,
kesediaan berkorban, dan dedikasi, harus selalu ditekankan untuk dijunjung
tinggi.
Beberapa
cara yang dapat menghilangkan citra negatif, yaitu :
- Mendorong
proses demokrasi dalam masyarakat, antara lain dalam bentuk peningkatan
pengawasan sosial agar penyimpangan oleh para anggota birokrasi semakin
berkurang.
- Mengurangi
campur tangan birokrasi dalam berbagai kegiatan-kegiatan dalam masyarakat
yang semakin maju, merupakan porsi masyarakat untuk menyelenggarakannya.
- Menggunakan
setiap kesempatan untuk menumbuhkan persepsi mengenai pentingnya orientasi
pelayanan, bukan orientasi kekuasaan, dalam berpikir dan bertindak.
- Mengharuskan
para pejabat tinggi membuat pernyataan mengenai kekayaan pada waktu mulai
menjabat.
2. Reformasi Birokrasi Menuju
Pemerintahan yang Bersih, Kuat, dan Berwibawa
Ada penyakit ada pula obatnya.
Untuk mengatasi Patologi Birokrasi, seyogyanya seluruh lapisan masyarakat
saling bahu-membahu bekerjasama untuk melaksanakan proses pemerintahan dengan
sebaik-baiknya. Solusi dari Patologi Birokrasi tidak akan menjadi obat yang
mujarab jika seluruh lapisan masyarakat tidak saling mendukung. Karena setiap
element baik dari pemerintah, dunia bisnis, masyarakat kecil, dan pihak swasta
memiliki keterkaitan yang sangat pokok dalam berjalannya pemerintahan. Solusi
yang ditawarkan untuk mengatasi Patologi Birokrasi yaitu: Yang pertama, perlu
adanya reformasi administrasi yang global. Artinya reformasi administrasi bukan
hanya sekedar mengganti personil saja, bukan hanya merubah nama intansi
tertentu saja, atau bukan hanya mengurangi atau merampingkan birokrasi saja
namun juga reformasi yang tidak kasat mata seperti upgrading kualitas birokrat,
perbaikan moral, dan merubah cara pandang birokrat, bahwa birokrasi merupakan suatu
alat pelayanan publik dan bukan untuk mencari keuntungan. Yang kedua
pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas. Kekuatan hukum
sangat berpengaruh pada kejahatan-kejahatan, termasuk kejahatan dan
penyakait-penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering melihat bahwa para
koruptor tidak pernah jera walaupun sering keluar masuk buih. Ini dikarenakan
hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang diperbuat. Pembentukan
supremasi hukum dapat dilakukan dengan cara (1) kepemimpinan yang adil dan kuat
(2) alat penegak hukum yang yang kuat dan bersih dari kepentingan politik (3)
adanya pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam
birokrasi. Yang ketiga ialah dengan cara menciptakan sistem akuntabilitas dan
transparansi. Kurangnya demokrasi dan rasa ber-tanggung jawab yang ada dalam
birokrasi membuat para birokrat semakin mudah untuk menyeleweng dari hal yang
semstinya dilakukan. Pengawasan dari bawah dan dari atas merupakan alat dari
penciptaan akuntabilitas dan transparansi ini. Pembentukan E-Government
diharapkan mampu menambah transparansi sehingga mampu memperkuat akuntabilitas
para birokrat. Selama
kedudukan dominan berada di tangan birokrat, maka tidak menutup kemungkinan
terjadinya kolusi atau penyalahgunaan wewenang untuk setiap urusan / keperluan.
Birokrasi pemerintahan yang semakin kuat dan menentukan cenderung melakukan
penyalahgunaan jabatan, wewenang, dan kekuasaan. Selama kekuasaan legislatif
dan judikatif berada dibawah penguasa sebab peran kepela eksekutif sangat
mempengaruhi kedudukan, jabatan, dan posisi di kedua lembaga tersebut. Lembaga
legislatif tidak dapat melakukan fungsi pengawasan secara efektif karena
eksekutif lebih kuat daripada legislatif sedangkan lembaga judikatif tidak kuat
dan tidak independen karena adanya campur tangan dari kepala eksekutif. Dengan
demikian, pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menjadi
terabaikan sebab lemahnya fungsi kontrol legislatif. Berdasarkan hal tersebut,
sistem ketatanegaraan yang perlu direformasi adalah mencakup bidang politik,
ekonomi, dan hukum pada tataran sistem, serta reformasi bidang moral
intelektual dan sosial budaya pada tataran karakter. Di bidang politik,
perubahan itu berkenaan dengan penyempurnaan undang-undang pemilihan umum
partai politik, susunan dan kedudukan anggota DPR, MPR,dan DPRD, serta
kebebasan mengeluarkan pendapat. Di bidang ekonomi, diperlukan undang-undang
anti monopoli, perlindungan konsumen, serta perbaikan terhadap undang-undang
ketenagakerjaan. Bidang hukum, diperlukan
undang-undang tentang HAM dan bela negara. Sedangkan dalam tatanan karakter,
perlu dibuat undang-undang etika pemerintahan dan menegakkan law enforcement
. Selain itu, peran birokrasi juga harus dikembangkan kepada prinsip
pelayanan yang cepat dan tepat, efisien, dan efektif. Pemerintah juga dituntut
untut untuk memprioritaskan pembenahan sistem yang menyangkut kelembagaan dan
sistem pendukung lainnya. Fungsi birokrasi termasuk aparatur negara hendaknya
bisa sebagai penyelesai masalah (a world of solution) I serta
menghindarkan diri dari sumber masalah (source of problem).
Istilah
yang dikaitkan dengan birokrasi pemerintah yang bersih, kuat, dan berwibawa,
terciptanya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara, pemerintahan, dan
pembangunan, adalah efisien, yaitu mengedepankan kemampuan tinggi dalam
mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber dana yang tersedia, efektif, yaitu
mengacu pada pencapaian sasaran yang telah ditentukan dengan perhitungan waktu
yang tepat, bersih, yaitu sikap tingkah laku aparat yang dapat
dipertanggungjawabkan,kuat, yaitu pemerintah yang memperoleh dukungan serta
berakar pada rakyat, dan berwibawa, yaitu cekatan melaksanakan tugas melayani
kepentingan umum.
Dengan
demikian, apa yang dimaksud dengan pemerintahan yang bersih, kuat, dan
berwibawa adalah menyangkut cara atau hal urusan pemerintah menyelenggarakan
sistem pemerintahan menurut konstitusi, hukum, dan etika; kelembagaannya
tertata secara efisien dan saling mengawasi; mampu memberdayakan partisipasi
masyarakat dan profesionalisme yang dijalankan melalui kepemimpinan demokratis
yang berkapasitas tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar