blog ini berisi hasil bacaan, hasil browsing, hasil diskusi, tulisan-tulisan baik jurnal ataupun tulisan lepas lainnya semoga blog ini bisa menjadi referensi buat tmn2 yg membutuhkan pengetahuan.... karena jgn pernah membatasi diri untuk mencari ilmu... karena sebuah kebodohan jika ilmu di batasi...

Rabu, 16 Mei 2012

apakah di negara kita korupsi sudah dianggap sebuah budaya???

saya sangat prihatin melihat kondisi negara ini yang sangat kental dengan gaya hidup pejabatnya yang sangat erat dengan budaya korupsi, terlebih lagi melihat korupsi di indonesia yang sangat sulit untuk diatasi dan seakan-akan menjadi gaya hidup dan terkesan menjadi sebuah budaya dan tradisi, apakah memang korupsi di negara kita telah menjadi budaya??? tulisan ini hanya sebuah tinjauan singkat mengenai masalah korupsi di negara indonesia
 
Korupsi di Indonesia Dalam Tinjauan Budaya dan Tradisi

Dalam sistem politik ada yang namanya budaya politik. Budaya politik itu yang akan membentuk kebiasaan-kebiasaan pola perilaku masyarakat dalam berpolitik. Kebiasaan itu terbentuk bisa jadi berasal dari budaya yang ada di masyarakat, sebagai contoh budaya masyarakat Jawa. Dalam budaya Jawa saling tolong menolong merupakan hal yang di tanamkan sejak kecil. Jika ada seseorang yang menolong tetangganya yang sedang kesusahan, biasanya orang yang di tolong memberikan atau membawakan sesuatu kepada si penolong sebagai ucapan terimakasih. Nah, kebiasaan yang seperti ini kalau di bawa ke ranah politik sudah dianggap KKN. Contohnya banyak terjadi kasus suap seperti Pemilihan Deputi Gubernur BI. Tanda terima kasihnya berupa cek pelawat yang jumlahnya banyak. 
Franz Magnis-Suseno mengemukakan hubungan antara korupsi dan nilai-nilai kebudayaan. Korupsi  dapat dicari penyebabnya dalam nilai-nilai budaya tradisonal yang berkembang di masyarakat atau negara itu. Selanjutnya dia memberikan dua nilai budaya yang menunjang terjadinya korupsi yaitu personalistik dan rasa kekeluargaan, dan pengaruh feodalisme. Nilai personalistik dan feodalisme tertanam kuat dalam kebudayaan masyarakat tertentu maka konsekuensinya korupsi yang ada dalam masyarakat itu akan tertanam kuat juga dan sulit untuk dihilangkan. Nilai kekeluargaan dan kekerabatan yang menjadi nilai yang sungguh kental dalam masyarakat Indonesia. Rasa kekeluargaan yang tinggi melahirkan perilaku korupsi  di Indonesia seperti perilaku Soeharto dan keluarganya. Meskipun pada akhirnya Magnis-Suseno juga membantah pendapatnya  sendiri bahwa  pengembalian korupsi pada nilai-nilai budaya korupsi merupakan sebuah bentuk rasionalisasi. Sebab korupsi juga terjadi di zaman modern ini(nilai-nilai modern telah berkembang). Namun Ia menganggap nilai-nilai tradisional hanya menentukan bentuk dan pola dari korupsi itu. 
Sebenarnya, ketika berbicara budaya, maka penanggulangan korupsi tidak bisa dilihat hanya dari satu aspek, sebagai contoh hukum atau moral saja, dimana keduanya selalu dijadikan kambing hitam. Lebih dari itu harus dilihat dari berbagai aspek seperti politik (kekuasan), ekonomi dan faktor lainnya.
Pandangan pertama dari aspek kekuasan, menurut Amin Rahayu SS, (Analis informasi llmiah pada Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah – LIPI) dalam tulisannya menjelaskan bahwa Kebiasaan (tradisi) korupsi telah ada mulai dari masa kerajaan terdahulu. Dirinya membagi budaya korupsi tersebut ke dalam kurun waktu sebelum kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, sampai masa orde reformasi.
Pada kurun waktu sebelum kemerdekaan, budaya korupsi terlihat masih dalam bentuk yang sangat primitif, sebagi contoh penyalahgunaan wewenang dalam perebutan kekuasaan yang mengakibatkan kehancurannya kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Ditambah dengan gaya hidup para bangsawan yang korup tanpa memerdulikan kehidupan sosial, maka sebuah keniscayaan apabila keadaan ini dimanfaatkan oleh penjajah dalam menghancurkan kejayaan mereka.
Seiring bergulirnya waktu, ternyata pemimpin negara ini tidak pernah beranjak dewasa dalam menghadapi korupsi. Hal tersebut terbukti dengan mental mereka yang masih korup dan mandulnya agenda pemerintah dalam pemberantasan korupsi dari waktu ke waktu. Ambil contoh Orde Lama dengan pembentukan Paran dan Operasi Budhi yang mandek di tengah jalan, juga pada masa Orde Baru dengan Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) dan Opstib (Operasi Tertib), yang justru menjadi pelindung pemerintah.
Sampai akhirnya pada masa Susilo Bambang Yudoyono (SBY), dengan janji penuntasan korupsi secara maksimal ternyata memble di tengah jalan. Bukti di depan mata, yaitu mengguritanya berbagai kasus besar yang tidak terselesaikan dan dilema Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) yang tersandera kepentingan. Parahnya, era reformasi dan demokrasi yang seharusnya mendukung pemeberantasan korupsi, justru sebaliknya malah menjadi pemicu korupsi.
Kedua, dari aspek ekonomi. Perlu disadari bahwa mayoritas masyarakat indonesia yang agraris lebih memilih pekerjaan sebagai petani yang notabenenya garis menengah ke bawah. Pada masa pembangunan, ada upaya dari mereka untuk memperbaiki tarap kehidupan, khususnya dikalangan para pemimpin. Kondisi tersebut berkembang pesat pada zaman orde baru dimana pembangunan dalam berbagai bidang digalakan. Sayangnya, seiring dengan kepentingan global pada saat itu, faham kapitalisme masuk ke Indonesia.
Berbagai kebijakan Orde baru yang lebih memihak kapitalisme ternyata membawa dampak yang signifikan terhadap mental bangsa Indonesia, yaitu masyarakat Indonesia yang meterialistis. Akibatnya, masyarakat saling berlomba untuk mendapatkan kekuasaan demi mendapatkan kesempatan memperkaya diri sendiri. Dalam pikiran para pemimpin yang terpenting adalah keuntungan yang diperolah dari sebuah jabatan, maka tidak jarang kerja sama licik antara perusahan dan pemerintah mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.
Tidak berbeda dengan zaman Orde baru, sampai saat ini pemerintah masih mendukung dan menerapkan sistem kapitalisme. Sebagai contoh lahirnya undang-undang Migas dan Penanaman Modal yang ditinjau kembali oleh Mahkamah Konstitusi (MK), karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945. Dengan sistem kapitalis ini, pemerintah mempunyai kesempatan yang luas untuk mengeruk keuntungan dari para pemodal yang berujung pada penyalahgunaan kekuasaan.
Ketiga, dari aspek moralitas. Semua orang pasti tidak membenarkan tindakan korupsi. Akan tetapi, dalam kenyataannya masyarakat tetap terjangkiti penyakit tersebut. Jika menggunaan pendekatan teori moral Immanuel Khan dengan Deontologinya (1724-1804), kita akan medapatkan gambaran dasar atas sikap anomi masyarakat Indonesia pada saat ini, yaitu gagasan moral yang diusung masyarakat tidak sesuai dengan kewajiban yang harus dilakukan seseorang.
Terkait hal tersebut, figur para pemimpin menjadi sangat urgen dalam melurusankan moral masyarakat. Sebaliknya, saat ini kita selalu disuguhkan dengan berita fakta tentang bobroknya moral penguasa. Oleh karenanya, secara tidak langsung masyarakat kehilangan panutan dalam melaksanakan gagasan-gagasan moral yang diusungnya selama ini. Tidak mengherankan apabila mareka tidak merasa bersalah ketika melakukan sesuatu yang melanggar moralitas atau norma (korupsi), lebih dari itu mereka bahkan apatis dalam menyikapinya.
Lebih lanjut, melihat dasar moralitas masyarakat Indonesia yang komunal dan sektoral, para pemimpin harus menyikapinya secara arif, yaitu mengimbanginya dengan menumbuhkan rasa nasionalisme. Melihat sejarah perjuangan kemerdekaan, tidak semua pihak (khsususnya para pemimpin) memahami arti nasionalisme, sebaliknya mereka membela kepentingan suku dan daerah masing-masing. Kaitannya dengan korupsi, konteks Nasionalisme diharap dapat membendung mentalitas mementingkan kepentingan kelompok yang menjadi salah satu potensi lahirnya budaya korupsi di Indonesia.
Keempat, dari aspek pendidikan, pemerintah dianggap belum bertindak maksimal dalam mendukung pemberantasan korupsi lewat jalur pendidikan, karena sampai saat ini belum ada bukti konkrit dari tindakannya. Sebaliknya, akhir-akhir ini kita selalu disuguhkan dengan permasalahan pendidikan yang terkait dengan korupsi. Sebagaimana menjamurnya kasus-kasus korupsi dalam instansi pendidikan, masih maraknya para pengajar dan siswa yang berlaku curang (tidak jujur) dalam proses pendidikan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan untuk mencari solusi yang solutif.
Kelima, dari aspek hukum, dimana aspek ini menjadi perasalahan yang harus disikapi serius oleh pemerintah. Bagaikan pedang bermata dua, seharusnya pemerintah tidak pandang bulu dalam mengayunkannya. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pemerintah selalu melindungi orang yang dianggap secara politik dapat berdampak terhadap kelanggengan kekuasaan.
Melihat realita kekinian, pemerintah masih bersifat represif dengan menjadikan hukum sebagai alat legitimasi kekuasaan, sekaligus menjadikannya otonom jika terkait dengan kepentingan orang banyak (publik). Seharusnya, pemerintah telah meningalkan cara primtif dan kuno tersebut, sudah saatnya pemerintah menerapkan sistem hukum yang responsif dan progresif.

Rabu, 02 Mei 2012

coretan seorang demonstran


Mahasiswa adalah agen perubahan, control sosial dan gerakan moral, mahasiswa adalah kaum intelektual yang selalu membela atas nama kepentingan rakyat, itu adalah kata-kata yang sering saya dengar sewaktu pertama kali saya menginjakkan kaki di dunia kampus, khususnya di kampus merah Universitas Hasanuddin.  Paradigma berfikir mulai di konstruksi mulai dari tataran ide dan berlanjut pada sikap dan perbuatan. Mungkin saya adalah salah satu orang yang beruntung dapat merasakan langsung suasana yang sangat saya sukai, penuh diskusi, penuh retorika, penuh dinamika dan penuh dengan orang-orang yang slalu membahas hal yang berbau sosial dan politik, ya.. saya kebetulan menuntut ilmu di langit orange HIMAPEM di Ilmu Pemerintahan, bumi biru kuning fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik di kampus merah Universitas Hasanuddin!!
Tak usah berpanjang lebar  … langsung saja kita bercerita mengenai aksi penolakan BBM
Isu kenaikan BBM adalah sebuah isu yang sangat rawan untuk menimbulkan polemic di masyarakat karena bahan bakar minyak adalah elemen penting dalam aktivitas masyarakat tp saya tdk mau membahas masalah BBM disini tapi sy hnya akan bercerita mengenai aksi yang sy ikuti dan kebetulan saya ikut terlibat aktif di dalam perencanaan aksi tersebut
Masih saya ingat jelas pada tanggal 19 maret 2012 saya mendapat sms pada sore hari bahwa akan diadakan konsilidasi aksi penolakan kenaikan BBM di FISIP (fak. Ilmu sosial dan  ilmu politik) dan saya langsung bergegas hadir disana kebetulan pada saat itu saya menjabat mentri aksi dan advokasi di himpunan saya HIMAPEM (Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan) Fisisp, unhas. Lanjut… ketika saya sampai di tempat konsilidasi dsana sudah banyak teman-teman dari fakultas lain yang ada di unhas.. singkat cerita setelah pembahasan isu-isu dan solusi apa yang akan diangkat maka di tentukanlah perangkat aksi.
Keesokan harinya saya mengumpulkan warga himpunan saya untuk sosialisasi aksi, dan pada saat itu saya juga menghadirkan adik-adik saya maba 2011..banyak mereka yang belum memahami betul apa tujuan aksi ini, tetapi saya tetap  ingin mengikutsertakan mereka untuk merasakan suasana demokrasi dan aksi bagi seorang mahasiswa, pada tanggal 21 pagi saya berhasil mengumpulkan massa aksi dari himpunan saya untuk mengikuti aksi di depan pintu 1 unhas, sebelum ke pintu 1 kami berkumpul di tugu tri darma pendidikan dengan massa aksi dari fakultas lain.. disana sudah berkumpul massa aksi dari pria sampai wanita yang semakin membuat meriah massa aksi dengan wajah manis kaum hawa yang memakai almamater merah kebanggaan kami.
Aksi pun kami mulai dengan menutup jalan dengan jumlah massa sekitar 200 org, disana ada orang yang betul-betul serius ingin ikut aksi, ada yang ikut-ikutan, di paksa, bahkan ada berharap mendapatkan pasangan dalam aksi ini (memanfaatkan moment).. hahahahah!! Tapi yang paling menggelikkan buat saya adalah mereka yang duduk manis sambil berpegangan tangan dengan pacarnya.. hahahah mungkin dia takut pacarnya di tangkap polisi apabila aksi menjadi cheos!! Wkwkwkwk
Itulah romansa aksi pada tanggal 18, aksi berlangsung secara damai dan kelanjutan romansa pasangan tadi berlanjut ke kampus atau ke kost… hahahah
Setelah aksi itu kami melakukan evaluasi aksi dan memutuskan untuk bergabung dengan front aksi lain yaitu sekber… singkat cerita seusai konsilidasi kami memutuskan untuk melakukan aksi di flyover pada tanggal 29 maret 2012.
Pada  tanggal 29 pagi kami berkumpul di tugu tri darma pendidikan untuk selanjutnya long march le flyover… dan tidak di duga peserta aksi yang di targetkan hanya seribu ternyata antusias mahasiswa unhas cukup besar ini terbukti dengan terkumpulnya massa hampir 2000 orang dan kegiatan yang semula tidak direstui oleh kampus, akhirnya di beri dukungan dengan hadirnya utusan kampus beserta kendaraan operasioanal serta logistic.
Tepat pukul 12 kami bergerak menuju fly over yang jaraknya sekitar 6 km dari kampus unhas, peserta aksi sangat semangat bahkan alunan lagu perjuangan terus berkumandang untuk membakar semangat peserta aksi, teriakan orator membahana, slogan “unhas bersatu, tak bisa di kalahkan” membahana sepanjang jalan protocol yang kami lalui, masyarakat keluar dari rumah mereka untuk melihat rombongan mahasiswa yang berjubah merah menerangi kota Makassar yang saat itu tengah mendung. Panjang barisan peserta aksi pada saat itu hampir 2 km, dan menutup satu ruas jalan protocol Makassar.
Semangat teman-teman mulai agak menurun di pertengahan jalan, cuaca yang kembali cerah disertai dengan rasa sakit di betis yang serasa mau pecah membuat langkah semakin berat tapi semangat untuk menyuarakan suara rakyat yang merupakan suara tuhan, membuat kami tetap semangat untuk sampai di tempat tujuan.
Akhirnya kami sampai di tempat tujuan di fly over untuk berkumpul dengan massa aksi lainnya… kami beristirahat dulu dan kebetulan saya duduk di rombongan mahasiswi hubungan international fisip unhas. Rasa capek saya seperti terobati dengan melihat wajah-wajah cantik dan manis meraka yang tetap memancarkan pesona walaupun sy tahu persis bahwa mereka juga lelah seperti saya. Pada saat itu di fly over terdapat massa aksi lain tapi tak sebanyak massa unhas yang betul-betul membuat merah fly over. Pada saat aksi berlangsung, banyaknya massa membuat kami sulit mengindentifikasi massa aksi di tambah lagi banyak massa aksi yang lebih memilih berteduh dari sengatan matahari, sambil berkenalan dengan lawan jenis, mungkin mereka berfikir “kapan lagi bs merasakan moment seperti ini, bnyak gadis-gadisnya”, sayang sekali saya tidak bisa mempengaruhi orang yang sangat indah di hati saya untuk mengikuti aksi, mungkin dia takut kecantikannya luntur padahal akan lebih cantik lagi jika dia berdiri di tengah panas matahari untuk berorasi tapi apapun itu dia tetap yang terindah hahaha lebay masa aktivis lebay!! wkwkwkwk (pura2 gila deh)
Hari itu unhas betul-betul bersatu, tidak ada lagi ego fakultas, tidak ada lagi sospol VS tekhnik yang selalu “bersilahtuhrahmi” dengan lemparan batu di “jalur gaza”, tidak ada lagi anak hukum, kesehatan, agro, sastra, ekonomi, mipa… tetapi semua satu dalam almamater merah.
Aksi saat itu berakhir pukul 6, dan di putuskan untuk long march ke kampus tapi di tengah perjalanan banyak peserta aksi yang memilih naik mobil atau naik motor, mungkin disebabkan kondisi fisik yang jauh menurun sehingga sedikit menurunkan semangat, tapi idealisme tetap tak akan luntur sampai kapanpun.. Insya Allah!! Dan saya bangga bisa menjadi bagian dari perancana aksi besar-besaran se unhas yang akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan buat saya,, terima kasih kawan2 aksi gerakan 29 maret 2012.. kita adalah bagian sejarah aksi damai unhas dan Makassar saat itu. Hidup Mahasiswa…. Hidup rakyat…

MULTIKULTURALISME DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN POLTIK LOKAL INDONESIA

Kajian Teoritik mengenai Etnisitas , Multiculturalisme, dan Bhinneka Tunngal Ika
      Etnisitas adalah sebuah konsep kultural yang berpusat pada pembagian norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, simbol dan praktik-praktik kultural. Konsep etnisitas bersifat relasional yang berkaitan dengan identifikasi diri dan asal-usul sosial
      Multikulturalisme adalah sebuah pandangan dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
      Bhinneka Tunggal Ika. Sebuah semboyan yang mengajak beragam perbedaan untuk tetap, bersatu dalam tubuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bhinneka Tunggal Ika memang harus dimaknai secara positif.
Landasan yang mengatur multikulturalisme
      Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi “Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
      Pasal 18 B ayat 2 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
      Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

Multikulturalisme dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Poltik Lokal Indonesia
      Indonesia adalah bangsa multikultur dan Multikulturalisme dipandang sebagai landasan budaya (cultural basis) bagi kewargaan, kewarganegaraan, dan pendidikan.
      Masyarakat multikultural indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau bhinneka tunggal ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat indonesia pada tingkat nasional dan lokal.
      Pemerintahan berdasar politik multikulturalisme haruslah memberikan ruang bagi semua identitas partikular yang muncul dan berkembang di dalam masyarakat .
Keberadaan parlemen dan kabinet multikulturalisme memungkinkan setiap kelompok identitas partikular yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia mendapatkan pengakuan yang selayaknya
      Saat ini parlemen terdiri dari perwakilan propinsi yang  memenangkan pemilu legislatif dan Kabinet eksekutif pemerintahan pun merupakan hasil kompromi politik dari partai-partai politik besar.
      Semangat Otonomi Daerah yang diterapkan di Indonesia saat ini ialah politik desentralisasi atau upaya mendistribusikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah, menjamin hak asasi manusia, keadilan gender, dan demokratisasi
keuntungan dari Multikulturalisme dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan
Poltik Lokal Indonesia
Pada level praktis keberadaan parlemen dan kabinet multikulturalisme bisa memberi warna positif bagi kompromi politik yang terjadi di pemerintahan, terutama eksekutif dan legislatif.
lembaga-lembaga, struktur-struktur, dan bahkan pola tingkah laku (patterns of behavior) memiliki fokus tertentu terhadap kolaborasi, kerjasama, mediasi dan negosiasi untuk menyelesaikan berbagai perbedaan.
Kelemahan Multikulturalisme dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Poltik Lokal Indonesia
Dinamika politik lokal di Indonesia tentunya akan menjadi salah satu penyebab utama proses disintegrasi bangsa ini, karena daerah di Indonesia akan menjadi terkotak-kotak atau terbagi-bagi dalam kelas-kelas menurut pembagian asal daerah, dan lain sebagainya
Upaya mewujudkan Multikulturalisme dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Poltik Lokal Indonesia
      Membangun kehidupan multicultural yang sehat, dengan meningkatkan toleransi dan apresiasi antar budaya serta menigkatkan pemahaman.
      Peningkatan peran media komunikasi sebagai media sensor dan korektor terhadap penyimpanan norma social yang dominant.
       Penerapan strategi pendidikan yang berbasis budaya.
       Pengelolaan sumber daya alam dengan penerapan manajemen etika oleh berbagai organisasi, lembaga, atau pranata yang ada dalam masyarakat.




teori ekonomi politik



A.            MARXISME
Marxisme: suatu gagasan ekonomi politik yg didasarkan pada pemikiran Karl-Marx.
Marxisme = Sosialisme
Sosialisme sudah menjadi pemikiran yang berpengaruh sebelum Marx lahir, sebagaimana terdapat dalam karya2: Plato, Thomas More, Robert Owen, Charles Fourier, dan Louis Blanc.
Basis Marx, Dialektika Materialisme
Diinspirasi oleh Hegel yang dikritik Marx melihat sejarah sebagai produk pengaruh ide2, tapi bagi Marx yang menentukan kekuatan2 materialis atau institusi2 dalam masyarakat
Ide pokok: faktor ekonomi (materi) sebagai “infrastruktur” merupakan faktor determinsitik yg menentukan suprastruktur (ideologi, politik / negara, moral/agama dan budaya)
Marx melihat masyarakat dibentuk oleh sejarah pertentangan kelas (dialektika materialisme)
Sejarah berkembang 5 tahap:
1.            Tahap primitif komunal
2.            Tahap masyarakat perbudakan (slavery)
3.            Tahap masyarakat feodalisme
4.            Tahap Kapitalisme
5.            Tahap Sosialis
Sistem ekonomi politik sosialis:
-Pemilikan alat2 produksi didasarkan atas hak milik sosial. Hubungan produksi merupakan hubungan kerjasama di antara pekerja yang bebas dari unsur2 eksploitasi. Dalam tahap ini, tidak ada lagi kelas yang bertentangan, terjadi negasi (dialektika berakhir). Untuk mencapai tujuan tersebut, ada transisi yang disebut sebagai sistem komunisme.
-Dunia sosial secara keseluruhan termasuk ekonomi dan politik didasari pada struktur dominasi dalam hubungan antara pihak yang berkuasa dan pihak yang dikuasai
-Pemegang kekuasaan yang sebenarnya adalah pemilik modal atau dunia materi
-Negara hanya alat untuk melegitimasi kontrol dan melayani kepentingan para pemilik modal.
-Sistem kapitalisme menciptakan struktur kelas
-Terbentuknya kelas didasari oleh kesadaran bersama oleh individu2 tentang kondisi dan tujuan bersama yg ingin dicapai
-Kelas yang sadar akan dirinya akan melakukan tindakan ekonomi politik
-Sistem kapitalisme menghasilkan struktur kelas: pemilik modal dan pekerja yang kemudian terlibat konflik ketika kaum pekerja menyadari kepentingan dan tujuannya
-Marxisme lahir sebagai reaksi terhadap sistem ekonomi Kapitalisme
-Anggapan Marx:     
Kapitalisme tidak bermoral krn tdk peduli pada kesenjangan sosial
Kapitalisme memiliki keburukan secara sosial, krn menjadi sumber konflik antar-kelas, antara majikan (pemilik modal dan alat2 produksi) dan pekerja (buruh), borjuis dan proletar
Dari segi ekonomi, kapitalisme alat bagi kaum kapitalis untuk mengekploitasi dan menindas buruh
-Anggapan Marx:Sistem kapitalisme akan jatuh karena membusuk dari dalam dirinya, lalu digantikan dengan sosialisme

-Marx mengeritik sistem ekonomi pasar yang menganggap pasar akan equilibrium, karena dalam kenyataannya pasar hanya menguntungkan pemilik modal dan sebaliknya merugikan pekerja

-Dalam kontek ekonomi politik, para pemilik modal dengan penguasaannya atas faktor2 ekonomi memegang kekuasaan (power) sekaligus yang kemudian digunakan sebagai alat menindas kaum buruh. Sistem ekonomi pasar krn itu bukan equilibrium, tapi disequilibrium
-Sistem ekonomi pasar tidak adil, tidak memaksimumkan kesejahteraan individu2 tapi memfasilitasi ketamakan kaum kapitalis mengangkangi surplus value dan memupuk kekayaan.
-Nilai surplus adalah kelebihan nilai produktivitas marjinal buruh/pekerja atas tingkat upah yang dibayarkan pemilik modal. Nilai yang diterima para buruh sekadar untuk bertahan hidup
-Makin kecil upah yang diberikan ke buruh, makin besar penghisapan yang dilakukan majikan atas buruh, artinya makin besar surplus yang diterima pemilik modal (mirip perampokan)
Ada dua pendekatan utama untuk memahami konteks ekonomi politik Marxisme sbb:
         Pendekatan politik Kelas : revolusioner dan kompromi kelas
         Pendekatan Teori negara marxis
Dasar kedua pendekatan di atas:
Ø  Dalam interpretasi Marxian, kondisi-kondisi materil serta hubungan-hubungan sosial yang muncul dari kondisi-kondisi yang ada merupakan dasar perkembangan intelektual atau kekuatan yang mendorong perubahan sejarah, bukan munculnya ide atau pertumbuhan akal budi. Yang menggerakan  realitas atau perubahan adalah kekuatan materal: (kelas), dengan itu struktur politik (negara) terbentuk
1.Pendekatan politik Kelas
Pendekatan ini ada dua varian:
Pendekatan Revolusioner dan kompromi kelas
Pendekatan Revolusioner
Pendekatan ini bertujuan tidak hanya untuk merubah struktur ekonomi tapi sekaligus struktr politik
Anggapan: buruh akan bersatu untuk menghancurkan sistm kapitalisme. Hal itu  terjadi karena buruh sadar akan kepentingan bersama sbg kelompok tertindas, kemudian mereka bersatu meciptakan gerakan revolusi untuk mekanisme sistem produksi kapitalisme
Dari pendekatan ini, tampak jelas pemikiran / teori politik Marx yg berbicara tentang organisasi2/gerakan politik yang dilakukan oleh para pekerja/buruh untuk menciptakan perombakan struktur negara dan ekonomi
Pendekatan Kompromi Kelas
Berbeda pendekatan revolusioner, pendekatan kompromi kelas berkembang belakangan dikembangkan oleh kalangan Marxian.
Bagi pendekatan ini, revolusi dan kekerasan bukan jalan satu2nya yang dapat ditempuh untuk menuju cita2 sosialisme, tapi bisa melalui kompromi atau politik kesepakatan kelas
Anggapan: mendorong partisipasi buruh / pekeja untuk memperjuangkan kepentingan melalui kelompok kepentingan, partai politik, dan proses pemilu (legislatif dan presiden)
Bagi pengikut pendekatan ini (sosial demokrat), kaum pekerja dapat memperjuangkan kepentingan melalui kekuasaan dan pengambil-alihan kekuasaan secara damai, dengan menguasai negara dengan menentukan kebijakannya yang memilik mereka.
2.Pendekatan Teori Negara Marxian
Bagi Marxisme, negara adalah suprastruktur, alat bagi kekuatan ekonomi (infrastruktur) yang dominan (pemilik modal).
Negara adalah organ dominasi kelas dan opresi kelas satu terhadap yang lainnya.
Negara harus direbut kaum/kelas pekerja dari kekuasaan kelas borjuis
Negara suatu saat akan hilang, hanya bersifat sementara untuk memfasilitasi transisi menuju masyarakat sosialis / komunisme.
Negara dalam masa transisi itu dipimpin oleh diktator proletariat yang dipilih dari organisasi partai (elit partai) yang akan membawa perubahan sistem menuju sosialisme
B.   NEO KLASIK
Perspektif Ekopol Neo-Klasik lahir sbg reaksi thdp Perspektif Klasik dan Marxisme
Perbedaan Asumsi Dasar:
Perspektif Klasik: Perekonomian sebaiknya diserahkan pada pelaku ekonomi, negara tdk boleh campur tangan
Perspektif Marxis: Perekonomian tdk bs diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar, tapi harus direncanakan, diatur, dan dikontrol negara
Perspektif Neo-Klasik:
Tidak setuju thdp kaum klasik, karena kenyataannya ekonomi tdk berkembang mulus sesuai aturan alami dan tdk selalu seimbang; jg tdk setuju Marxisme, kalau ekonomi diatur segalanya oleh pemerintah.
Bagi kaum Neo-Klasik, untuk mengatasi kelemahan pasar yg tdk sempurna tetap dibuthkan campur tangan pemerintah (negara), namun campur tangan itu diperlukan untuk memperbaiki distorsi yg terjadi di pasar, bukan menggantikn fungsi mekanisme pasar itu sendiri
Munculnya Aliran Neo Klasik
Aliran Neo-Klasik dibedakan atas dua generasi:
Generasi pertama, memperbaiki teori2 ekonomi klasik namun umumnya masih percaya di pasar berlaku prinsip persaingan sempurna dan pasti selau dlm keseimbangan
Generasi Kedua, umumnya menolak prinsip persaingan sempurna sesuai pemikiran Adam Smith, karena dalam kenyataanya banyak faktor yang menyebabkan pasar tdk beroperasi sempurna
Neo-Klasik Generasi Pertama
Diberdakan dua kelompol:
Ø  The Classical Liberal Perspektive (Austria) mengoreksi perspektif yang menghubungkan ekonomi dan politik, menurutnya, ekonomi harus dipisahkan dr faktor2 non-ekonomi apapun. Ekonomi harus dikembangkan sepenuhnya atas pendekatan “ilmu murni/positif” dan mikro, bukan normatif seperti perspektif Klasik, tapi dengan metode pendekatan yang terukur (matematika).
Ø  The Modern Liberal Perspektif (Cambridge), tetap melihat adanya hubungan ekonomi dan politik, seperti perspektif Klasik. Namun menolak asumsi bahwa pasar berlangsung dalam persaingan sempurna karena kenyataannya di pasar ada kompetisi yang mnunjukkan tidak berlakunya keseimbangan, bahkan juga mungkin menjurus pada adanya monopoli jika ada satu perusahaan dengan kapasitasnya yang tinggi menguasai keuntungan sendiri.
Bagi Aliran Neo-Klasik:
Pasar tdk berperilaku sesuai prinsip persaingan sempurna. Karena itu, dibutuhkan tindakan politik dimana pemerintah perlu ikut campur mengoreksi “ketidaksempurnaan” pasar.
Campur tangan pemerintah bertujuan memperbaiki defisiensi pasar, misalnya dengan mengambilalih pengelolaan barang publik yang diabaikan perusahaan untuk diatur oleh negara, memberikan subsidi, penetapan pajak yg sesuai, dan mengontrol perusahaan agar tidak menggunakan segala cara untuk menggapai keuntungan
Kritik: Meski mengoreksi pasar, aliran Neo-Klasik tdk sampai bertujuan untuk secara tegas menempatkan peran pemerintah sebagai faktor penting dalam upayamengembangkan redistribusi yang adil, mengatasi kemiskinan, kesenjangan sosial, perbaikan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan. Yang dikoreksi bukanlah orientasi pelaku pasar, tapi efek yang timbul dari “ketidakseimbangan” pasar.
Perspektif Neo-Klasik, serupa perspektif Klasik, tetap menerima dan mengembangkan asumsi bahwa  pelaku ekonomi akan selalu berorientasi laba maksimum
Keynesian sbg aliran Neo-Klasik
John Meynard Keynes, muncul sebagai pengeritik terhadap aliran Klasik maupun Neo-Klasik yang mempercayai anggapan tentang self regulation pasar,  dan juga mengrtik anggapan Neo-Klasik bahwa terjadinya kegagalan pasar bersumber dari faktor eksternal  (bukan pelaku pasar)
Pemikiran Keynes, respons atas terjadinya krisis ekonomi / depresi tahun 1930-an di AS. Keynes mengeritik konsep pasar persaingan sempurna, namun lebih jauh dalam melihat campur tangan pemerintah dalam memperbaiki kondisi kegagalan pasar saja, tidak terbatas hanya mengatasi faktor eksternalitas (efek pasar) dan mengelola barang publik saja.
Pemerintah, menurut Keynes, harus memperhatikan kelompok2 masyarakat yang menjadi korban pasar yang tidak adil (masyarakat miskin papa dan tidak terjangkau pendidikan), penting pemerataan.
Dampak pemikiran Keynes, pemerintah di seluruh dunia aktif membuat berbagai regulasi untuk menontrol pasar: UU Antimonopoli, UU Ketenagakerjaaan, UU Perburuhan, UU Perlindungan Konsumen, UU Lingkungan Hidup, UU HAM, dsbnya.
Pengaruh pemikiran Keynes, di negara-negara berkembang, peran negara dilihat sebagai agen pembangunan
Dua kategori pendekatan analisis Ekonomi Politik Neo-Klasik:
  1. Society Centred Approach, dan
  2. State Centred Approach
1.Gagasan pendekatan  Society Centred Approach:
Analisa ekonomi politik yang menekankan pada pentingnya melihat peranan aktor individu sebagai pelaku/agen utama.
 Individu diasumsikan sebagai makhluk rasional yang memiliki kepentingan untuk memaksimumkan sumberdaya dan menghimpun keuntungan.
Untuk itu, individu (baik secara sendiri maupun bersama/berkelompok), sulit untuk dibatasi bisa memperalat pemerintah untuk meningkatkan dan melindungi kepentingannya. Politik (negara/pemerintah) dilihat sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan pribadi
Pendekatan Society Centred Approach:
Pendektan ini melihat kegagalan perspektif klasik dalam memahami tidak hanya perilaku pelaku pasar (pengusaha), namun juga perilaku aparat pemerintah (penguasa)
Perspektif klasik menganggap bahwa penyelenggara negara mempunyai tujuan yang sama: mewujudkan apa yang disebut Smith “the wealth of nation” (kesejahteraan negara). Untuk pengusaha, bahkan dianggap keuntungan pribadi yang mereka peroleh akan mendorong terciptanya kesejahteraan negara
Dalam kenyataannya, tujuan yang digariskan Smith itu, ditinggalkan aktor negara dan pengusaha. Penguasa dan pengusaha malah saling bekerjasama dalam menciptakan pemerasan dan ketidakadilan. Pengusaha menjadi pemburu rente, yaitu mengejar kepentingan pribadi dan mengharapkan imbalan atas kebijakannya, sementara pengusaha di sisi lain, dengan berbagai cara berusaha mencari jalan untuk mempengaruhi penguasa agar mengambil kebijakan yang menguntungkan buat mereka.
2.Gagasan pendekatan  State Centred Approach:
Berbeda pedekatan society centred approach, yang menekankan pada analisis perilaku individu (agen/aktor ekonomi dan negara), pendekatan State Centred Approach menekankan perhatian pada negara sbagai unit analisis.
Peneknan analisisnya adalah politik, bukan ekonomi.
Asumsi: negara punya agenda sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat. Ekonomi (pasar) tidak bergeak dalam ruang hampa dan menentukan diri sendiri sebagaimana diasumsikan pendekatan Klasik, tapi bagi Neo-Klasik ditentukan juga dalam konteks hubungannya dengan negara.
Negara memiliki otonomi (negara otonom), punya kemampuan untuk menentukan dan mengejar agenda yang tidak ditentukan oleh kepentingan privat, menolak asumsi society centred approach.
Negara bisa bertindak bebas/independen tanpa dipenaruhi oleh kekuatan2 sosial manapun, termasuk aktor ekonomi sekalipun. 
Negara dalam konteks pendekatan ini bisa dilihat sebagai entitas homogen atau heterogen

Konteks homogen: negara terdiri dari lembaga2  dan pejabat2nya yang merepresentasikan diri melalui lembaga eksekutif, polisi, militer, intelijen.
Dalam konteks heterogen/plural: negara dapat dilihat dalam cerminan perilaku individu dan kelompok2nya yang beraneka ragam baik di dalam lembaga-lembaganya maupun masyarakatnya.

Dalam konteks ekonomi politik, negara menurut perspektif ini dapat berperan menentukan perkembangan ekonomi.
Muncullah konsep birocartic polity, birocratic state, predatory state, dan sebagainya.



C.    EKONOMI POLITIK BARU
TOKOH2 / PEMIKIR2
EKONOMI POLITIK BARU            
-          Kenneth Arrow, Social Choice and Individual Values (1951)
-          Mancur Olson, The Logic of Collective Action (1965)
-          William Riker, The Theory of Political Coalition (1962)
-          James McGill Buchanan dan Gordon Tullock, The Calculus of Consent (1972)
-          Amtony Downs, An Economic Theory of Democracy (1957)
-          Samuel L. Popkin, The Rational Peasent: The Political Economy of Rural Society in Vietnam (1978)
                                          
MANUSIA RASIONAL
Teori/pendekatan ekonomi politik baru berpijak pada asumsi / pemikiran yang serupa dengan Liberalisme Klasik dan Neo-Klasik, bahwa manusia itu adalah makhluk yang rasional.
Bedanya dengan pendekatan Klasik dan Neo-Klasik yang lebih menekankan perhatian pada ekonomi, pendekatan ini memahami realitas ekonomi secara serupa dengan realitas politik, dimana manusia diasumsikan dipengaruhi motif kepentingan individual dan kolektif dalam merespon.
Sebagaimana konsumen bertimbang untung rugi dalam membelanjakan uangnya, demikian pula sikap seseorang bertimbang untung rugi ketika memberikan sikap dan pilihanya terhadap realitas politik. 
MENGAPA DISEBUT RASIONAL?
Manusia memilik kecenderungan untuk memilih yang terbaik di antara sejumlah alternatif yang tersedia.
Sebuah tindakan dianggap rasional jika memenuhi persyaratan sbb:
  1. Dapat dibuktikan secara argumentasi maupun fakta sebagai tindakan terbaik di antara pilihan yang tersedia
2.      Tindakan dimaksud merupakan hasil preferensi (preference) atau keinginan (pilihan yang disukai),     dan sesuai dengan kepercayaan (beliefs) dari pelaku bersangkutan

3.      Dapat dijustifikasi dengan bukti kualitatif maupun kuantitif di antara pilihan yang tersedia, tindakan dimaksud memiliki keuntungan dan rasio biaya sesuai yang diperhitungkan oleh si pelaku
TINDAKAN POLITIK = TINDAKAN EKONOMI
Pemikiran aliran ekonomi politik baru tidak membedakan antara perilaku manusia dalam politik dengan perilaku manusia dalam ekonomi / pasar.
Kecenderungan manusia untuk memilih pilihan atas suatu tindakan yang dinilai menguntungkan, tidak hanya dapat dilihat dalam orientasi ekonomi.
Dalam bidang politik pun, misalnya pemerintah sebagai aktor dan pemilih (voters) dalam pemilu /pilkada, tindakan yang dilakukan juga merujuk pada pertimbangan keuntungan yang bakal diraih
Dalam pemilu / pilkada, masyarakat dalam memilih calon / kandidat (presiden, caleg, gubernur, walikota, dan bupati), akan menilai kemampuan sang kandidat dapat membawa kesejahteraan bagi pada pemilih.
KELEMAHAN TEORI TINDAKAN  RASIONAL
1. Menganggap manusia sebagai obyek materil semata
Kelemahan teori tindakan rasional yang utama, karena mengabaikan alturisme manusia. Teori ini terlalu menekankan orientasi materil manusia, seolah-olah manusia disandera hanya oleh motivasi keuntungan saja dalam melakukan suatu tindakan.
Seolah-olah apa yang dimaksud kepentingan diri sendiri selalu identik dengan kepentingan materil atau ekonomi saja. Manusia menjadi objek mekanis semata
Teori ini mengabaikan kenyataan bahwa manusia juga di sisi lain bisa jadi bertindak berdasarkan pada motivasi kemanusiaan
Mungkin saja manusia bertindak berdasarkan alasan volunter dan keikhlasan yang terkait dengan kepercayaan nilai2 yang dianut dan dikhayati pelaku berangkutan
2. Mengabaikan perbedaan antara tindakan untuk kepentingan individu dan kepentingan publik. Teori ini tidak melihat ruang terjadinya gap bahwa apa yang dianggap baik oleh individu belum tentu baik untuk masyarakat
3. Mengabaikan kemajemukan motif dan alasan rasional. Pendekatan ini menggeneralisasi tindakan rasional, padahal tindakan rasional bisa dipengaruhi berbagai faktor yang bersumber dari diri manusia dan faktor lingkungan yang mempengaruhi.
Tindakan rasional ada yang didasari tujuan jangka panjang dan jangka pendek, pertimbangan substansi atau pragmatis, pertimbangan idealisme atau realisme, dan tidak terlepas pula dari determinasi lingkungan (budaya dan sistem politik) dimana pelaku bersangkuatan berada.
D.   Keteribatan pemerintah dalam ekopol
1.     Steuart
a.       perubahan terjdi karena factor-faktor dan proses yang terjadi dalam masyarakat dan bukan karena kehendak Negara. Perubahannya berlangsung secara bertahap dan sering masyarakat tidak menyadarinya
b.      negra tetap mmegang peranan penting yaitu Negara harus mengakui bahwa perubahan itu harus terjadi dan Negara membimbing masyarakat menjalani perubahaan itu
2.     Adam smith
a.       Sebuah kelompok non politik  harus mengatur dirinya sendiri dan mempertahankan kelangsungan hidupnya tanpa menggunakan pengambilan keputusan politik
b.      Prinsip-prinsip kebutuhan dasar dan masyarakat sipil harus dapat mendominasi bidang politik
E.    Inti pemikiran ekopol klasik
1.      Istilah ekopol. Berujung pada upaya pemenuhan kebutuhan pribadi yang terdiri atas beberapa pelaku pribadi yang indipenen
2.      System masyarakat yang terbentuk menunjukkan derajat system ekonomi yang lebih menonjol disbanding dengan system politiik.
3.      Jika masyarakat berkembang semakin kuat dan esar maka system ekonomi akan menggeser atau menggantikan system politik dan mengatur masyarakat
4.      System ekonomi akan menjadi prinsip dasar mengatur masyarakat