Menelisik Peran Koalisi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia
Koalisi, dalam perspektif
politik pemerintahan adalah aliansi partai-partai yang dibangun atas dasar
kepentingan bersama, baik untuk kepentingan partai-partai yang memerintah
maupun sebaliknya, partai-partai yang menjadi oposisi. Koalisi pada umumnya terbangun dalam
pemerintahan yang menganut sistem parlementer karena fungsi utamanya adalah
untuk saling mendukung dalam pengambilan keputusan yang terjadi di parlemen.
Meskipun demikian, koalisi bisa juga terbangun dalam pemerintahan presidensiil
seperti di Indonesia yang dalam praktiknya lebih menyerupai sistem parlementer.
Dalam ilmu politik, secara garis
besar koalisi dikelompokkan atas dua: pertama policy
belind coalition, yaitu koalisi
yang tidak didasarkan atas pertimbangan kebijakan , tetapi untuk memaksimalkan
kekuasaan (office seeking). kedua, policy based
coalition, yaitu koalisi berdasarkan pada preferensi tujuan kebijakan yang
hendak direalisasi.
Dalam konteks Indonesia,
koalisi dibentuk sebelum Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dengan
tujuan untuk memenangkan calon yang diusung oleh koalisi tersebut.
Tawar-menawar antar partai yang berkoalisi justru mengenai pembagian jabatan
menteri dan jabatan lainnya tanpa disertai perumusan platform bersama, padahal
menteri-menteri tersebut berasal dari partai politik yang berbeda dengan
konstituen dan kepentingan yang berbeda pula. Hal inilah yang melemahkan hak
prerogatif presiden dalam penyusunan kabinet. Profesionalisme yang semestinya
menjadi dasar pengisian jabatan menteri dilemahkan oleh pengaruh kekuatan
partai mitra koalisi. Keadaan ini berekses pada kinerja pemerintahan yang
terbentuk. Selain itu, koalisi yang dibentuk tidak menjamin bahwa partai-partai
yang tergabung dalam koalisi yang memiliki wakil di badan legislatif akan
selalu mendukung program-program pemerintah. Padahal, salah satu tujuan
dibentuknya koalisi agar presiden mendapat dukungan mayoritas badan legislatif
untuk menghindari deadlock antara
eksekutif dan legislatif serta immobilisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Memang ada sisi positif dalam koalisi yang selama ini dibentuk, yakni runtuhnya “sekat-sekat ideologis”. Dalam konteks
itu sering kali parpol pendukung koalisi dengan tanpa merasa bertanggung jawab
sebagai bagian dari koalsi tidak merasa bersalah menentang kebijakan pemerintah
itu. itu realistas terjadi. Memang dalam
koalisi manapun, bagi-bagi kekuasaan tidak bisa dihindari. Namun, dengan
fokus pada platform, pengejaran
kekuasaan akan digiring kearah yang menguntungkan rakyat. Sudah saatnya
partai-partai duduk bersama membicarakan program-program membangun bangsa ini
kedepan agar lebih baik dari sekarang.
Konsekuensi logis dari pilihan mempertahankan
praktik koalisi dalam sistem presidensial di Indonesia adalah dengan melakukan
perbaikan-perbaikan dalam praktik koalisi tersebut. Pada akhirnya, perbaikan
tersebut akan menciptakan pola hubungan yang kondusif antara eksekutif dan
legislatif. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan antara lain:
Pertama, pembentukan koalisi dilakukan melalui serangkaian tahapan
negosiasi formal untuk menghindari terjadinya inkoherensi paradigma bernegara,
inkoherensi sistem politik dan pemerintahan, dan inkoherensi tingkah laku
kekuasaan berdemokrasi antar partai koalisi.Tahapan negosiasi formal ini
merupakan landasan penting untuk menetapkan komitmen dan konsistensi partai
politik dalam rangka menjaga keberlangsungan koalisi. Dalam tahapan ini, partai
politik yang akan membentuk koalisi bersama-sama menentukan calon presiden dan
wakil presiden yang akan diusung. Untuk menentukan calon tersebut, dapat
didasarkan pada hasil pemilu legislatif dan/atau popularitas calon. Dengan
demikian, partai politik anggota koalisi mempunyai tanggung jawab yang lebih
besar atas kelangsungan pemerintahan koalisi.
Kedua, pelaksanaan praktik koalisi tidak hanya didasarkan pada transaksi politik, tetapi juga didasarkan pada platform bersama yang mengakomodasi kepentingan rakyat. Pembentukan platform ini didasari oleh kesamaan ideologi partai politik bersangkutan. Artinya, partai-partai yang mempunyai kesamaan ideologi saja yang dapat menjadi mitra koalisi. Selain itu, platform yang telah disepakati tersebut harus dideklarasikan kepada rakyat secara layak sehingga rakyat turut mengawal jalannya koalisi. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat, koalisi tersebut harus menyampaikan pencapaian-pencapainnya selama masa pemerintahan.
Ketiga, pelaksanaan praktik koalisi harus ditunjang dengan etika politik untuk menyehatkan situasi psiko-politik di Indonesia. Etika politik tersebut terefleksi dalam perilaku para pelaku politik. Oleh karena itu, diperlukan usaha sungguh-sungguh dari para pelaku politik untuk tidak terjebak dalam pragmatisme yang hanya berorientasi pada kepentingan sesaat dengan meninggalkan nilai-nilai dasar demokrasi dan kemanusiaan, serta tidak melemahkan sistem presidensial yang dilembagakan secara hukum melalui lembaga-lembaga kenegaraan.
Kedua, pelaksanaan praktik koalisi tidak hanya didasarkan pada transaksi politik, tetapi juga didasarkan pada platform bersama yang mengakomodasi kepentingan rakyat. Pembentukan platform ini didasari oleh kesamaan ideologi partai politik bersangkutan. Artinya, partai-partai yang mempunyai kesamaan ideologi saja yang dapat menjadi mitra koalisi. Selain itu, platform yang telah disepakati tersebut harus dideklarasikan kepada rakyat secara layak sehingga rakyat turut mengawal jalannya koalisi. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat, koalisi tersebut harus menyampaikan pencapaian-pencapainnya selama masa pemerintahan.
Ketiga, pelaksanaan praktik koalisi harus ditunjang dengan etika politik untuk menyehatkan situasi psiko-politik di Indonesia. Etika politik tersebut terefleksi dalam perilaku para pelaku politik. Oleh karena itu, diperlukan usaha sungguh-sungguh dari para pelaku politik untuk tidak terjebak dalam pragmatisme yang hanya berorientasi pada kepentingan sesaat dengan meninggalkan nilai-nilai dasar demokrasi dan kemanusiaan, serta tidak melemahkan sistem presidensial yang dilembagakan secara hukum melalui lembaga-lembaga kenegaraan.