Dalam kehidupan sehari-hari banyak di
temukan Sengketa antar warga misalnya perebutan lahan untuk sektor perkebunan,
persaingan usaha tidak sehat untuk sektor industry, atau perebutan pembibitan
untuk peternakan dan perikanan. Sengketa atau pun masalah yang melibatkan
dinamika sosial budaya ini haruslah dikelola dengan baik agar terhindar dari
konflik yang lebih besar dan meluas. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme
yang tepat untuk menyelesaikan sengketa antar warga ini. Juga perlu adanya
antisipasi sengketa yang akan bermuara kepada konflik komunal masyarakat. Salah
satu metode yang memberikan solusi kemenangan bagi pihak yang bertikai adalah
melalui jasa mediasi. Dan yang paling sesuai untuk menjadi mediator dalam hal
ini adalah pemimpin wilayah misalnya kepala desa, yang mengerti betul akan
kondisi warganya dan tentunya dihormati oleh warganya. Namun pengetahuan
mengenai ADR sendiri belum terlalu dipahami oleh kades ataupun lurah.
Tetapi masih banyak
kendala yang di hadapi Pertama, kurangnya pemahaman kepala desa ataupun lurah
mengena tugas dan pokoknya sebagai pemimpin sekaligus dapat menjadi mediator
dalam penyelesaian perkara antar warga masyarakatnya, sehingga perlu
dilaksanakannya penyuluhan sekaligus sosialisasi mengenai penyelesaian sengketa
dengan menggunakan jasa mediator serta tugas dan fungsi mediator itu sendiri.
Kedua, belum adanya lembaga khusus di desa atau kelurahan yang khusus menjadi
lembaga awal penyelesaian sengketa yang susunan dari lembaga ini adalah
pemimpin desa/kelurahan dan tetua adat wilayah setempat, sehingga perlu
dibentuk lembaga ini.
A. Konflik
dan Mediasi
Seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu bentuk pengelolaan konflik
adalah dengan cara mediasi dan yang paling sesuai untuk menjadi mediator dalam
menyelesaikan konflik suatu wilayah adalah kepala desa, untuk itu akan di bahas
terlebih dahulu definisi konflik dan mediasi serta jenis2 mediasi
1.
Konflik
a. Defenisi
konlik
istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con”
yang berarti bersama, dan “fligere” yang berarti benturan atau
tabrakan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya
Dengan demikian konflik dalam kehidupan sosial berarti terjadinya
benturan kepentingan, pendapat, harapan yang harus diwujudkan dan sebagainya
yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih, dimana tiap-tiap pihak dapat
berupa perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan, satu komunitas, maupun satu
organisasi sosial pendukung ideologi tertentu, satu organisasi politik, suku
bangsa maupun satu pemeluk agama tertentu.
b.
Sumber
Konflik
Sumber- sumber
konflik dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu :
1.
Biososial,
para pakar manajemen menempatkan frustasi agresi sebagai sumber konflik.
Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering menghasilkan agresi yang mengarah
pada terjadinya konflik. Frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan ekspetasi
pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya.
2.
Kepribadian
dan Interaksi, termasuk didalamnya kepribadian yang abrasive ( suka menghasut
), gangguan psikologi, kemiskinan, interpersonal, kejengkelan, persaingan (
rivalitas ), perbedaan gaya interaksi, ketidaksederajatan hubungan.
3.
Struktural,
banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat. Kekuasaan,
status dan kelas merupakan hal- hal yang berpotensi menjadi konflik, seperti
tentang hak asasi manusia, gender dan sebagainya.
4.
Budaya
dan Ideologi, intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan sdari
perbedaan politik, sosial, agama dan budaya. Konflik ini juga timbul dikalangan
masyarakat karena perbedaan system nilai
5.
Konvergensi
( gabungan ), dalam situasi tertentu sumber- sumber konflik itu menjadi satu,
sehingga menimbulkan kompleksitas konflik itu sendiri.
2.
Mediasi
A.
Defenisi Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi
berasal dari bahasa Latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna
ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam
menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.
“Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan
tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan
para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan
kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.
Mediasi sebagai salah satu alternatif
penyelesaian sengketa juga telah dikenal luas dan menarik minat banyak. Prof.
Joni Emirzon dalam bukunya yang berjudul “Alternatif penyelesaian sengketa di
Luar pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase)” mengumpulkan
beberapa pengertian mediasi dalam berbagai versi sebagai berikut: Mediasi
adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang
dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk
mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang berselisih dalam upaya
mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang
disengketakan (Christopher W Moore, 1986). Mediation in negotiation carried
out with the assistance of a third party. (Stephen B. Gotdberg, dkk, 1992:
103). Dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999, Alternatif penyelesaian sengketa
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli."
Secara umum mediasi dapat
diartikan upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama
melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau
kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya
dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat
untuk tercapainya mufakat. Dengan kata lain, proses negosiasi pemecahan masalah
dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian
dengan memuaskan (win-win solution).
B.
Jenis – jenis Mediasi
Konflik atau sengketa yang terjadi
antara manusia cukup luas dimensi dan ruang lingkupnya. Konflik dan
persengketaan dapat terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah privat. Konflik
dalam wilayah publik berkait erat dengan kepentingan umum, di mana negara
berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum tersebut. Kejahatan dan
pelanggaran yang dilakukan seseorang, harus diselesaikan secara hukum melalui
penegakan aturan pidana di pengadilan. Dalam kasus pidana, pelaku kejahatan
atau pelanggaran tidak dapat melakukan tawar-menawar (bargaining) dengan
negara sebagai penjelma dan penjaga kepentingan umum. Dalam dimensi ini,
seorang pelaku kejahatan berkonflik atau bersengketa dengan negara, dan ia
tidak dapat menyelesaikan sengketanya melalui kesepakatan atau kompensasi
kepada negara. Contoh si A melakukan korupsi. Si A tidak dapat dibebaskan dari
hukuman dengan alasan ia sudah mengembalikan sejumlah uang yang ia korupsi
kepada negara. Tindakan si A bukan hanya merugikan negara dalam bentuk
material, tetapi ia juga sudah mengganggu kepentingan umum, dan negara
berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankan kepentingan umum tersebut. Dalam
hukum Islam, kepentingan umum yang dipertahankan negara melalui sejumlah aturan
pidana dikenal dengan mempertahankan hak Allah (haqqullah).
Lain halnya dengan wilayah hukum privat,
di mana titik berat kepentingan terletak pada kepentingan perseorangan
(pribadi). Dimensi privat cukup luas cakupannya yang meliputi dimensi hukum
keluarga, hukum kewarisan, hukum kekayaan, hukum perjanjian (kontrak), bisnis,
dan lain-lain. Dalam dimensi hukum privat atau perdata, para pihak yang
bersengketa dapat melakukan penyelesaian sengketanya melalui jalur hukum di
pengadilan ataupun di luar jalur pengadilan. Hal ini sangat dimungkinkan karena
hukum privat/perdata, titik berat kepentingan terletak pada para pihak yang
bersengketa, bukan negara atau kepentingan umum. Oleh karena itu, tawar-menawar
dan pembayaran sejumlah kompensasi untuk menyelesaikan sengketa dapat terjadi
dalam dimensi ini. Dalam hukum Islam, dimensi perdata mengandung hak manusia (haqqul
'ibad) yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai antar para pihak
yang bersengketa.
Mediasi sebagai salah satu bentuk
penyelesaian sengketa memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah
privat/perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa sengketa keluarga, waris,
kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkungan hidup dan berbagai jenis
sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan melalui jalur mediasi. Penyelesaian
sengketa melalui jalur mediasi dapat ditempuh di pengadilan maupun di luar
pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan merupakan bagian dari
rentetan proses hukum di pengadilan, sedangkan bila mediasi dilakukan di luar
pengadilan, maka proses mediasi tersebut merupakan bagian tersendiri yang
terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.
Dalam perundang-perundangan Indonesia
ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dijalankan kegiatan mediasi. Dalam
UU No. 30 Tahun 2000 tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa
disebutkan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada
iktikad baik dengan menyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
Negeri (Pasal 6). Ketentuan dalam pasal ini memberi ruang gerak mediasi yang
cukup luas, yaitu seluruh perbuatan hukum yang termasuk dalam ruang lingkup
perdata.
B. Peran
dan Fungsi Kepala Desa dan Perangkatnya Sebagai Mediator Dalam Menyelesaikan
konflik
Konflik dapat
diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar kemana- mana dan
memusnahkan jika tidak ditangani secara baik. Proses pengendalian konflik itu
bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya dan
bersumber dari mana, kemudian menuju ke tahap realisasi, penghindaran,
intervensi, pemilihan strategi dan implementasidan evaluasi dampak yang
ditimbulkan oleh konflik. Untuk dapat mengatasi konflik-konflik yang ada
pemimpin harus melakukan mediasi dengan memberikan kesempatan kepada semua
anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi - kondisi
penting yang diinginkan, yang menurut persepsi masing - masing harus dipenuhi
dengan pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia. Meminta satu
pihak menempatkan diri pada posisi orang lain, dan memberikan argumentasi kuat
mengenai posisi tersebut. Kemudian posisi peran itu dibalik, pihak yang tadinya
mengajukan argumentasi yang mendukung suatu gagasan seolah - olah menentangnya,
dan sebaliknya pihak yang tadinya menentang satu gagasan seolah- olah
mendukungnya. Setelah itu tiap - tiap pihak diberi kesempatan untuk melihat
posisi orang lain dari sudut pandang pihak lain.
Kewenangan pimpinan
sebagai sumber kekuatan kelompok. Seorang pemimpin yang bertugas memimpin suatu
kelompok, untuk mengambil suatu keputusan, atau memecahkan masalah secara
efektif, perlu memiliki kemahiran menggunakan kekuaasaan dan kewenangan yang
melekat pada perannya dan itulah tugas pemimpin yang dalam hal ini adalah
kepala desa yang bertidak sebagai mediator dalam menyelesaikan suatu konflik
dengan cara mediasi.
Di Indonesia, pengertian mediasi secara
lebih konkret dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun
2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi adalah penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator
(Pasal 1 butir 6). Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak
memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa (Pasal 1 butir 5).
Pengertian mediasi dalam Peraturan
Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tidak jauh berbeda dengan esensi mediasi
yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik. Namun, pengertian ini
menekankan pada satu aspek penting yang mana mediator proaktif mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa. Mediator harus mampu menemukan
alternatif-alternatif penyelesaian sengketa. Ia tidak hanya terikat dan
terfokus pada apa yang dimiliki oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa
mereka. Mediator harus mampu menawarkan solusi lain ketika para pihak tidak
lagi memiliki alternative penyelesaian sengketa, atau para pihak sudah
mengalami kesulitan atau bahkan terhenti (deadlock) dalam penyelesaian
sengketa mereka. Di sinilah peran penting mediator sebagai pihak ketiga yang
netral dalam membantu penyelesaian sengketa. Oleh karenanya, mediator harus
memiliki sejumlah skill yang dapat memfasilitasi dan membantu para pihak dalam
penyelesaian sengketa mereka.
Mengenai peran dan fungsi kepala desa
atau perangkat desa dalam penyelesaian sengketa yang terjadi bahwa mereka harus
mampu melakukan tugasnya selaku mediator yang berusaha untuk menyelesaikan
sengketa yang terjadi antar warganya. Sengketa baik itu mengenai sengketa
lahan, sengketa antar masyarakat, ataupun sengketa rumah tangga. Fungsi
mediator disini adalah penengah yang tidak memihak kepada pihak manapun.
Semata-mata hanya menjadi sarana membangun komunikasi yang terhambat diantara
warga tersebut. Jika dilihat bahwa fungsi mediator yang sebaiknya digunakan
oleh perangkat desa, lurah ataupun kepala desa adalah mediator yang sifatnya
settlement mediator dengan menggunakan settlement mediasi. Adapun settlement
mediasi dikenal sebagai mediasi kompromi merupakan mediasi yang tujuan utamanya
adalah untuk mendorong terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak
yang sedang bertikai. Dalam mediasi model ini, tipe mediator yang dikehendaki
adalah yang berstatus tinggi, sekalipun tidak terlalu ahli dalam proses dan
teknik-teknik mediasi. Adapun peran yang dapat dimainkan oleh mediator adalah
menentukan “bottomlines” dari disputan dan secara persuasive mendorong kedua
belah pihak bertikai untuk sama-sama menurunkan posisi mereka ke titik
kompromi.
Model
settlement mediation mengandung sejumlah prinsip antara lain:
a. Mediasi
dimaksudkan untuk mendekatkan perbedaan nilai tawar atas suatu
kesepakatan.
b. Mediator
hanya terfokus pada permasalahan atau posisi yang dinyatakan para pihak.
c. Posisi
mediator adalah menentukan posisi “bottom line” para pihak dan melakukan
berbagai pendekatan untuk mendorong para pihak mencapai titik kompromi.
d. Bisanya
mediator adalah orang yang memiliki status yang tinggi dan model ini tidak
menekankan kepada keahlian dalam proses atau teknik mediasi.
Dalam hal ini permasalahan yang kedua
adalah ketika bersengketa masyarakat setempat biasanya lari keketua adat,
kepala desa atau sesepuh desa.Namun dikarenakan mereka merupakan perorangan,
maka seringkali kendala-kendala penyelesaian sengketa terjadi misalnya:
a. Kekurangpahaman
terhadap mediasi dan proses mediasi dapat menyebabkan terhambatnya penyelesaian
sengketa yang dihadapi.
b. Kepentingan
perorangan sering kali menghalangi cepatnya penyelesaian sengketa yang terjadi.
c. Belum
adanya lembaga khusus pengaduan sengketa di desa atau kelurahan setempat.
Sengketa yang umunya terjadi pada
masyarakat desa adalah masalah pertanahan, konflik keluarga ataupun lainnya.
Oleh karena adnya beberapa hambatan dalam penyelesaian sengketa yang dilakukan
perorangan, oleh karena itu sebaiknya harus ada lembaga khusus yang menjadi
lembaga pengaduan sengketa masyarakat. Lembaga ini sebaiknya terdiri dari
gabungan dari kepala desa, perangkat desa, sesepuh dan tokoh masyarakat.
Pembentukan lembaga ini berdasarkan rapat desa atau kelurahan yang melibatkan
seluruh kepala dusun, atau ditingkat kelurahan melibatkan ketua RT serta
masyarakat pada umumnya. Lembaga ini didasarkan AD-ART yang jelas
sehingga pembentukkannya nanti bisa sesuai dengan tujuan yang diharapkan yakni
membantu penyelesaian sengketa yang dihadapi masyarakat. Dalam kegiatan
penyuluhan ini diberikan penjelasan singkat mengenai pembentukan lembaga
mediasi desa disertai contoh AD-ART yang sederhana.
Kurangnya
pengenalan mengenai anger manajemen bagi kepala desa / lurah.
Anger management
merupakan suatu jenis pengontolan emosi bagi pihak yang menjadi mediator.
Dalam prakteknya seringkali mediator sendiri menjadi terpancing emosi
dikarenakan tingkah laku dari para pihak. Dalam kegiatan penyuluhan ini
diberikan pelatihan singkat bagaimana mengontrol marah dan emosi dalam proses
mediasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar